Kamis, 31 Mei 2012

SERANGAN UMUM 4 HARI KOTA SOLO

SERANGAN UMUM 4 HARI SOLO

Cease Fire Indonesia vs Belanda

Pada tanggal 3 Agustus 1949 pukul 22.00 malam, Panglima Besar Jenderal Sudirman memerintahkan penghentian tembak-menembak mulai 11 Agustus 1949 untuk wilayah Jawa dan 15 Agustus 1949 untuk wilayah Sumatera. Untuk itu maka sebelum tanggal tersebut pihak Brigade V/Panembahan Senopati pimpinan Letkol Slamet Riyadi dan Detasemen TP Brigade XVII pimpinan Mayor Achmadi berencana menggunakan kesempatan sebelum cease fire tersebut untuk mendapatkan posisi dan merebut kedudukan musuh di Kota Solo agar pihak Belanda tahu bahwa TNI masih ada taring, nyali dan tetap bertekad bukan saja dengan tujuan tersebut diatas, tapi tetap akan mengusir Belanda.Untuk itu diadakan rencana serangan umum terhadap Kota Solo.

Perlu diketahui juga bahwa seperti TNI di Jogja , pihak TNI di Solo juga mengadakan serangan umum sebelumnya agar dapat diketahui perkiraan kekuatan lawan, kedudukan lawan dan data-data di lapangan.Semenjak Jogja diserahkan ke Ri bulan Juli 1949, sebagian kekuatan tentara Belanda ditarik Ke Solo, sehingga menambah kekuatan yang ada sebelumnya.Serangan Umum Pertama dilakukan pada tanggal 8 Februari 1949 sedang yang kedua dilakukan tanggal 2 Mei 1949.

Sebelum SU 4 Hari ada beberapa tambahan kekuatan antara lain:
-Serangan di Jembatan Cluringan, mendapatkan 1 Bren dan 2 LE.Tentara Belanda yang selamat dalam peristiwa tersebut akhirnya mengaalmi gangguan jiwa.Sedang barang-barang pribadi milik serdadu Belanda yang tewas dikembalikan pihak TP Brigade XVII kepada komandan Belanda setelah cease fire.
-Pembelotan satu kompi TBS ( Teritoriale Batalyon Surakarta) bentukan Belanda dengan membawa 8 Bren, 30 Sten dan 80 senapan.

Kekuatan Belanda di Solo

Sebelum Juli 1949
Ada 5 batalyon termasuk pasukan TBS dan Polisi Federal.

Setelah Juli 1949
Ada tambahan dari wilayah sesuai Roem Royen hingga di Solo menumpuk kurang lebih 11 Batalyon.

Posisi Tentara Belanda :
Panggung Jebres, Margoyudan, Banjarsari, Villa Gantiwarno, Kompleks Balapan, Beteng, Purbayan, Timur Pasar Legi, Timuran, Suryosuwitan, Ngapeman, Museum radyapustaka, Pengadilan Solo, Asrama Banteng, Kodim lama, baron,Gereja Gendengan dekata SGM, Sanggrahan, Purwosari, Korem di Kerten, Jurug, dan Gading.

Posisi Polisi Belanda/Federal:
Jagalan, Pasar legi, Sosietet Mangkunegaran, Beskalan, Serengan, Sanggrahan.

Pasukan TBS:
Mangkunegaran, Balapan, Ngemplak.


Kekuatan TNI/Polisi
1.MBB Brimob , Komisaris Utomo
2.MBK Brimob Karesidenan
3.Kompi Zeni TP atau TGP
4.Detasemen TP Brigade XVII Mayor Ahmadi
5.Brigade V/Panembahan Senopati , Letkol Slamet Riyadi termasuk pasukan TP Sturm Abteilung.


Pada tanggal 7 agustus 1949 dimulai SU pad apukul 06.00 pagi. Pada hari tersebut pasukan TNI telah menyusup dahulu dan mulai menguasai kampung-kmapung dalam kota Solo.

Pada tanggal 8 Agustus 1949 hingga 10 Agustus 1949 seluruh pasukan dari SWK 100 sampai 105 dikerahkan untuk membantu serangan hari pertama denagn sasaran seluruh kota Solo dan diakhiri tanggal 10 Agustus pukul 06.00 pagi sesuai perjanjian cease fire pihak Indonesia dan Belanda.Tambahan pasukan inis emakin memperkuat serangan apsuakn SWK 106 yang intinya dari DEN TP Brigade XVII.Akibatnya pasukan Belanda semakin terdesak karena pasukan dari Brigade V menyekat kekuatan lawan dan menghambat bantuan lawan di luar kota Solo.Konvoi Belanda dari Semarang bahkan tidak dapat memasuki kota Solo karena dihambat oleh pasukan TNI di Salatiga.Pihak Belanda bahkan mulai mengerahkan 2 Bomber ( tdk dikeathui jenisnya) dan 4 pesawat P-51 ditambah pasukan para yang diterjunkan ke Lanud Panasan ( Adisoemarmo sekarang),

Pada tanggal 11 Agustus terjadi pelanggaran cease fire oleh pasukan baret hijau yang menewaskan banyak penduduk sipil antara lain:
di Sambeng-32 orang tewas ,di pasar Nongko-67 tewas,di Serengan-47 orang tewas,di Padmonegaran Gading-21 tewas,di Pasar Kembang-24 orang tewas.

Akibatnya terjadi pertempuran lagi akibat peristiwa tersebut diatas.Pada siang hari tanggal 11 Agustus 1949, pihak Belanda yang diwakili Kol van Ohl mengajak berunding dengan Letkol Slamet Riyadi agar semua pasukan TNI ditarik hingga batas kota dan barikade diberishkan.Pihak Letkol Slamet Riyadi menerima syarat ini karena ada jaminan dari Van Ohl bahwa ada janji: 1.Teror belanda tidak terulang lagi 2. Tidak akan diadakan pembunuhan terhadap sipil yang membantu TNI.Sebenarnya pasukan TNI terutama pihak DEN TP Brigade XVII tidak mau menerima usul ini karena hampir seluruh Kota Solo telah berhasil diduduki dalam serangn umum tersebut, karena pihak Belanda telah jelas-jelas melanggar pada tanggal 11 agustus 1949.

Sempat terjadi perbedaan pendapat antara Brigade V dengan Den II TP Brigade XVII.Mayor Ahmadi berpegang teguh pada perintah Panglima Divisi II Kol gator Subroto.Mayor Ahmadi menginstruksikan agar pasukan TP tetap dalam sektor masing-masing dengan posisi terkahir dan tidak bertanggung jawab terhadap penarikan pasukan ke batas kota dan memerintahkan apabial Belanda melanggar lagi agar ditindak oleh masing-masing sektor. Sedang pihak Brigade V berpegang teguh pada : Berlakunya cease fire tanggal 3-10 agustus 1949, berpatokan yang minat berunding adalah Belanda yang dalam posisi terdesak, Mengurangi kekejam pasukan Belanda terhadap sipil.

Permasalah ini sampai ke Kepala Staf Divisi , Letkol Suprapto (pahalwan Revolusi).Letkol Suprapto tidak dapat memberikan pemutusan, akhirnya Panglima Divisi Ii, Kolonel Gatot Subroto memutuskan agar Mayor Ahmadi mengalah dan mematuhi perintah Letkol Slamet Riyadi selaku Dan Brigade V/PS.pad atanggal 24 Agustus 1949 urusan keamanan kota diserahkan kepada Mayor Ahmadi selaku Komandan Komando Militer Kota (KMK) Solo.

Akhirnya tanggal 12 November 1949 Kota Solo resmi diserahkan oleh Belanda kepada Indonesia dalam upacara resmi di Stadion Sriwedari.Pihak Belanda diwakili oleh Kolonel Van Ohl , sedang pihak Indonesia oleh Letkol Slamet Riyadi.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar